Senin, 17 Februari 2014



                                                                     USHUL FIQH

                                           AL-URF.
                               SAAD AL-ZARA`I.
                                MAZHAB ZAHABI.

 
                                                       




Disusun Oleh :
                           Zainal Abidin 
                           Khairunnisa
                          Nur Baity
               

         Dosen Pengampu : H.M.Effendi,Lc



     SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
  AULIAURRASYIDIN
   TEMBILAHAN



 
                                             
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Konsep bahwa Islam sebagai agama wahyu yang mempunyai doktrin-doktrin ajaran tertentu yang harus diimani, juga tidak melepaskan perhatiannya terhadap kondisi masyarakat tertentu. Kearifan lokal (hukum) Islam tersebut ditunjukkan dengan beberapa ketentuan hukum dalam al-Qur’an yang merupakan pelestarian terhadap tradisi masyarakat pra-Islam.Seiring pertumbuhan jaman yang begitu pesat tidak dapat di hindari bahwa tradisi-tradisi masyarakat Indonesia telah banyak berubah dan terpengaruh oleh kemajuan zaman.untuk mendefinisikan Al-Urf dari sisi ini lebih dulu mengetahui definisi masing-masing dari dua kata yang membentuknya.Kemudian apa yang dimaksud dengan Al-Urf  adalah gabungan dari arti bahasa tersebut.
Manakala perbuatan-perbuatan yang pada asalnya harus tetapi boleh menjurus kepada  kerosakan  (perbuatan tersebut pada asalnya diharuskan atau disunatkan tetapi ia digunakan untuk mencapai yang haram sama ada sengaja atau tidak) berlaku perselisihan dalam kalangan ulama sebagai kategori saddu al-zarai.
Dalam menentukan kehujjahan atau kekuatan mazhab sahabi sebagai dalil hukum terkait dengan bentuk dan asal fatwa sahabat tersebut. Dalam hal ini, permasalahan yang dibahas dalam Ushul Fiqh dalam kaitan ini.


B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian serta macam-macam Al-Urf ?
2.      Apa pengertian saad al-zara`i dan bagian bagian  al- zar`i dan hukum  setiap pembahagianya?
3.      Apa spengertian mazhab sahabi dan bentuk-bentuk mazhab zahabi?



BAB II
A.    PENGERTIAN AL-URF  (ADAT ISTIADAT)
Kata Urf secara etimologi berarti “sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal sehat”.Al-urf (adat istiadat) yaitu sesuatu yang sudah diyakini mayoritas orang, baik berupa ucapan atau perbuatan yang sudah berulang-ulang sehingga tertanam dalam jiwa dan diterima oleh akal mereka.secara terminology Abdul-Karim Zaidan, Istilah ‘urf  berarti :
“Sesuatu yang tidak asing lagi bagi satu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perbuatan atau perkataan”
1.     MACAM-MACAM Al-Urf
Al-Urf  (adat) itu ada dua macam yaitu:
1.      adat yang benar adalah kebiasaan yang dilakukan manusia, tidak bertentangan dengan dalil syara’, tidak meghalalkan yang haram dan tidak membatalkan kewajiban.seperti adat meminta pekerjaan, adat membagi mas kawin menjadi dua; didahulukan dan di akhirkan, adat seorang istri tidak berbulan madu kecuali telah menerima sebagian mas kawin dari suaminya.sedangkan
2.      adat yang rusak adalah kebiasaan yang dilakukan oleh manusia tetapi bertentangan dengan dengan syara’, menghalalkan yang haram, atau membatalkan kewajiban. seperti banyak kebiasaan mungkar pada saat menghadapi kelahiran, ditempat kematian, serta kebiasaan memakan barang riba’ dan akad perjudian.
2.    KEDUDUKAN al-Urf  DALAM SUMBER HUKUM
Jumhur fuqaha’ mengatakan bahwa al-Urf merupakan hujjah dan dianggap sebagai salah satu sumber hokum syariat. mereka bersandar pada dalil-dalil sebagai berikut:
a.      Firman Allah SWT:
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh .”(QS.Al-A’Raf(7):199).
            Kata al-urfi dalam ayat tersebut, dimana umat manusia disuruh mengerjakanmya, oleh para ulama’ Ushul Fiqh dipahami sebagai sesuatu yang baik dan telah menjadi kebiasaan masyarakat.
b.      Didalam hadist Rosulullah SAW.
Sesuatu yang dianggap oleh orang muslim itu baik maka Allah menganggap perkara itu baik pula”
yang dimaksud hadist tersebut adalah semua perbuatan yang terjadi di masyarakat  tertentu apabila yang menilai adalah seorang mukmin sejati dan dinilai baik suatu perbuatan tersebut maka perbuatan tersebut dianggap baik pula oleh Allah SWT.
c.      Syariat Islam sangat memperhatikan aspek kebiaaan orang arab dalam menetapkan hukum. semua ditetapkan demi mewujudkan kemaslahatan bagi khalayak ramai, seperti akad salam dan mewajibkan denda kepada pembunuh yang tidak disengaja. selain itu, islam juga telah membatalkan beberapa tradisi buruk yang membahayakan, seperti mengubur anak perempuan dan menjauhkan kaum wanita dari harta warisan. semua ini adalah bukti nyata bahwa syariat islam mengakui keberadaan adat istiadat yang baik.


3.    SYARAT-SYARAT al-‘Urf
Sebagian besar ulama yang menggunakan Urf sebagai hujjah, memberikan syarat-syarat tertentu dalam menggunakan al-Urf sebagai sumber hukum, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.      Tidak bertentangan dengan al-Quran atau As-SUnnah. jika bertentangan, seperti kebiasaan orang minum khamer, riba,berjudi, dan jual beli gharar (ada penipuan) dan yang lainnya maka tidak boleh diterapkan.
b.      Adat kebiasaan tersebut sudah menjadi tradisi dalam muamalat mereka, atau pada sebagian besarnya. jika hanya dilakukan dalam tempo tertentu atau hanya beberapa individu maka hal itu tidak dapat dijadikan sumber hukum
c.      Tidak ada kesepakatan sebelumnya tentang penentangan terhadap adat tersebut.
d.      Adat istiadat tersebut masih dilakukan oleh orang ketika kejadian itu berlangsung.

 

B.  SAAD AL-ZARA'I


            al–zara’i merupakan kata jamak dari pada zari’ah. Sudut bahasa  ia membawa maksud jalan atau perantaraan yang digunakan seseorang untuk menghubungkan dengan sesuatu sama  ada ia berbentuk kerosakan satu kemaslahatan , perbuatan ataupun ucapan. Menurut ulama usul pula perkataan zarai’ ini lebih dikhususkan kepada perantaraan atau jalan yang membawa kepada kerosakan. Maka maksud dari saddu al-zarai’ dalam konsep dalil perundangan  mencegah atau menyekat jalan yang membawa kepada  kerosakan. Perbuatan-perbuatan yang membawa kepada berlakunya kerosakan sama halnya haram dari segi zatnya ataupun harus.          Sepakat ulama mengatakan hukum perbuatan ini  hendaklah ditegah kerana  konsep saddu al-zarai yang mengharuskan berhati-hati semampu mungkin demi menghindarkan  kerosakan.
Kebiasaannya perbuatan tersebut membawa kerosakan
yaitu perbuatan yang mana kerosakannya tidaklah secara kerap, namun begitu ia tidak mencapai tahap majoriti. Contohnya, jual beli secara bercanggah yang terdedah kepada  unsur riba. Oleh itu berlaku perselisihan pendapat dalam kalangan  ulama sama adanya dianggap sebagai saddu al-zaraai atau tidak.
1.   Bahagian-bahagian  al-Zara’i dan hukum setiap pembahagian
            Pembahagian yang telah dibuat oleh Ibn Qayyim r.h terhadap al-Zaraai terbahagi kepada empat yaitu:
a.      KehujahanSaddual-Zarai’:
Terdapat perbezaan pendapat’. Ulama Malikiyyah dan Hambaliah menyatakan bahawa Saad alzaraai dapat diterima sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara. Alasannya

ولا تسبو الذين يدعون من دون الله فيسبو الله عدوا بغير علم

maksudnya:Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, kerana mereka nanti akan memaki Allah dengan melampau batas tanpa dasar pengetahuan.

Surah Al an’am: 108.

b.      Fath al-Zaraai.
          
           Menurut Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah dan Imam al-Qarafi, yang dimaksud fath az-zaraai adalah: suatu perbuatan yang dapat membawa kepada sesuatu yang dianjurkan, bahkan diwajibkan syara. contohnya solat Jumaat itu wajib, maka berusaha untuk sampai ke masjid dengan meninggalkan segala aktivititas lain juga diwajibkan.

c.  Perbincangan dan tarjih pendapat ulama
    
                 Apabila dilihat perbincangan dalam kalangan ulama’, maka pendapat yang dipilih adalah pendapat yang menjadikan saddu al-arai sebagai satu sumber pengambilan hukum yang digunakan ulama mahab Maliki dan Hambali serta mujtahid yang lain. Perselisihan yang wujud antara mereka hanyalah sudut penetpan skop dan kriteria sahaja, sedangkan sudut prinsipnya mereka menerima secara sepakat dan ia adalah sebaga sumber hokum yang berdiri sendiri Terhadap  hukum muqaddimah seperti itu, para ulama sepakat untuk menerimanya, tetapi tidak sepakat jika hal tersebut dikategorikan dalam kaedah zaraai. muqaddimah dapat dijadika hujjah dalam menetapkan
FirmanAllahs.w.t:     
           dan janganlah kamu cerca benda-benda yang mereka sembah yang lain dari Allah, kerana mereka kelak akan mencerca Allah secara melampaui batas dengan ketiadaan pengetahuan.
      Demikianlah kami memperelokkan pada pandangan tiap-tiap umat akan amal perbuatan mereka. Kemudian kepada tuhan merekalah tempat kembali mereka, lalu dia menerangkan kepada mereka apa yang mereka telah lakukan.Nabi s.a.w menegah menyorok barangan supaya tidak membawa penipuan dan monopoli dalam pasaran harga kerana menimbun barang dan tidak menyorok barangan menjadi perantaraan atau zara'i menyebabkan berlaku monopoli, naik harga barang secara tidak terkawal dan tekanan kepada pengguna Pandangan Para Imam.


         
C.   MAZHAB ZAHABI
                 Pengertian Mazhab SahabiYang dimaksud dengan mazhab sahabi ialah pendapat sahabat Rasulullah SAW.tentang suatu kasus di mana hukumnya tidak dijelaskan secara tegas dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Sedangkan yang dimaksud dengan sahabat Rasulullah, seperti dikemukakan oleh Muhammad Ajjaj al-Khatib, ahli hadist berkebangsaan Syiria, dalam karyanya Ushul al- Hadits adalah setiap orang muslim yang hidup bergaul bersama Rasulullah dalam waktu yang cukup lama serta menimba ilmu dari Rasulullah. Misalnya Umar bin Khattab, Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Sabit, Abdullah bin Umar bin Khattab, Aisyah, dan Ali bin Abi Thalib. Mereka ini adalah di antara para sahabat yang banyak berfatwa tentang hukum Islam.

1.Bentuk-BentukMazhabSahabi
    Dalam pandangan Abu Zahrah, fatwa sahabat terdiri dari beberapa bentuk :
a) Apa yang disampaikan sahabat itu berupa berita yang didengarnya dari Nabi, tetapi ia tidak menyatakan bahwa berita itu sebagai sunnah Nabi saw.
b) Apa yang diberitakan sahabat itu sesuatu yang didengarnya dari orang yang pernah mendengarnya dari Nabi, tetapi orang tersebut tidak menjelaskan bahwa yang didengarnya itu berasal dari Nabi.
c) Sesuatu yang disampaikan sahabat itu merupakan hasil pemahamannya terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang orang lain tidak memahaminya.
d) Sesuatu yang disampaikan sahabat telah disepakati lingkungannya, namun yang menyampaikan hanya sahabat itu hanya seorang diri.

            Mazhab sahabi pada dasarnya adalah fatwa atau pendapat sahabat Nabi Saw. Dalam menentukan kehujjahan atau kekuatan mazhab sahabi sebagai dalil hukum terkait dengan bentuk dan asal fatwa sahabat tersebut., dan Ijma’ dalam menetapkan hukum atau tidak. Dalam hal ini, Abdul Karim Zaidan membagi pendapat sahabat ke dalam empat katagori,yaitu :
1)       Fatwa sahabat yang bukan merupakan hasil ijtihad. Misalnya fatwa Ibnu Mas’ud, bahwa batas minimal waktu haid tiga hari, dan batas minimal mas kawin sebanyak sepuluh dirham.    Fatwa-      fatwa seperti ini bukan merupakan hasil ijtihad para sahabat dan besar kemungkinan hal itu mereka terima dari Rasulullah. Oleh karena itu, fatwa-fatwa semacam ini disepakati menjadi landasan hokum bagi generasi sesudahnya.
2)      Fatwa sahabat yang disepakati secara tegas di kalangan mereka dikena dengan ijma’ sahabat.  Fatwa seperti ini menjadi pengangan bagi generasi sesudahnya.
3)       Fatwa sahabat secara perorangan yang tidak mengikat sahabat lain. Para mujtahid di kalangan sahabat memang sering menjadi perbedaan pendapat dalam satu masalah, namun dalam hal ini fatwa seorang sahabat tidak mengikat (diikuti) sahabt yang lain.
4)       Fatwa sahabat secara perorangan yang didasarkan oleh ra’yu dan ijtihad.


        Ulama berbeda pendapat tentang fatwa sahabat secara perorangan tersebut dapat merupakan hasil ijtihad, apakah mengikat ngenarasi sesudahnya atau tidak Mengikat.









PENUTUP
Kesimpulan dan saran
1.      Kesimpulan
            Karakteristik hukum Islam adalah Kulli (universal) dan waqiyah (kontekstual) karena dalam sejarah perkembangan (penetapan)nya sangat memperhatikan tradisi, kondisi (sosiokultural), dan tempat masyarakat sebagai objek (khitab), dan sekaligus subjek (pelaku, pelaksana) hukum. Perjalanan selanjutnya, para Imam Mujtahid dalam menerapkan atau menetapkan suatu ketentuan hukum (fiqh) juga tidak mengesampingkan perhatiannya terhadap tradisi, kondisi, dan kultural setempat
           
            Fiqh para sahabat khususnya seperti diwakili oleh al-Khulafa, al-Rasyidun adalah fondasi utama dari seluruh bangunan fiqh Islam sepanjang zaman. Fiqih shahabi memberikan dua macam pola pendekatan terhadap syari'ah yang kemudian melahirkan tradisi fiqh yang berbeda. Ikhtilaf di antara para sahabat, selain mewariskan kemusykilan bagi kita sekarang, juga seperti kata 'Umar ibn Abdul Aziz menyumbangkan khazanah yang kaya untuk memperluas pemikiran. Tentu saja, untuk itu diperlukan penelaahan kritis terhadapnya. Sayang sekali, sikap kritis ini telah "dimatikan" dengan vonnis zindiq oleh sebagian ahli hadits. Ada dua sikap ekstrim terhadap sahabat yang harus dihindari: menghindari sikap kritis atau melakukan sikap hiperkritis. Ketika banyak orang marah karena 'Umar dikritik,'Umar sendiri berkata, "Semoga Allah meyampaikan kepadaku kesalahan-kesalahanku sebagai suatu bingkisan”.
2.      saran
            Demikian lan makalah yang dapat penulis sampaikan semoga bermampaat dan ppenulis juga menyadari makalh ini jauh dari kesempurnaan maka penulis memohon krotik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah.




DAFTAR KEPUSTAKAAN
Zainal Abidin Ahmad, Drs., Ushul Fiqh, Bulan Bintang, Jakarta, 1975.
 Wahbah al-zuhaili, Ilm Ushul a-Fiqh al-Islamy, Dar al-Fikr, Bairut, 1986.
Effendi, Satria. Prof. Dr.,M.Zein.MA.,2005 Ushul Fiqh, Jakarta:Kencana, Ed.I. Cet.I
Khalil, Rasyad Hasan.Dr.,2009, Tarikh Tasyri’,Jakarta: Amzah, cet pertama.
Anhari, Masykur, Dr.2008,Ushul Fiqh,Surabaya: Penerbit Diantama, cet I.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar