USHUL FIQH
AL-URF.
SAAD AL-ZARA`I.
MAZHAB ZAHABI.
Disusun Oleh :
Zainal Abidin
Khairunnisa
Nur Baity
Dosen Pengampu : H.M.Effendi,Lc
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AULIAURRASYIDIN
TEMBILAHAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Konsep
bahwa Islam sebagai agama wahyu yang mempunyai doktrin-doktrin ajaran tertentu
yang harus diimani, juga tidak melepaskan perhatiannya terhadap kondisi
masyarakat tertentu. Kearifan lokal (hukum) Islam tersebut ditunjukkan dengan
beberapa ketentuan hukum dalam al-Qur’an yang merupakan pelestarian
terhadap tradisi masyarakat pra-Islam.Seiring pertumbuhan jaman yang begitu
pesat tidak dapat di hindari bahwa tradisi-tradisi masyarakat Indonesia telah
banyak berubah dan terpengaruh oleh kemajuan zaman.untuk mendefinisikan Al-Urf
dari sisi ini lebih dulu mengetahui definisi masing-masing dari dua kata yang
membentuknya.Kemudian apa yang dimaksud dengan Al-Urf adalah
gabungan dari arti bahasa tersebut.
Manakala
perbuatan-perbuatan yang pada asalnya harus tetapi boleh menjurus kepada
kerosakan (perbuatan tersebut pada asalnya diharuskan atau
disunatkan tetapi ia digunakan untuk mencapai yang haram sama ada sengaja atau
tidak) berlaku perselisihan dalam kalangan ulama sebagai kategori saddu al-zarai.
Dalam menentukan kehujjahan atau
kekuatan mazhab sahabi sebagai dalil hukum terkait dengan bentuk dan asal fatwa
sahabat tersebut. Dalam hal ini, permasalahan yang dibahas dalam Ushul Fiqh
dalam kaitan ini.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
pengertian serta macam-macam Al-Urf ?
2. Apa pengertian saad al-zara`i dan bagian
bagian al- zar`i dan hukum setiap pembahagianya?
3. Apa
spengertian mazhab sahabi dan
bentuk-bentuk mazhab zahabi?
BAB II
A.
PENGERTIAN AL-URF (ADAT ISTIADAT)
Kata
Urf secara etimologi berarti “sesuatu yang dipandang baik dan diterima
oleh akal sehat”.Al-urf (adat istiadat) yaitu sesuatu yang sudah
diyakini mayoritas orang, baik berupa ucapan atau perbuatan yang sudah
berulang-ulang sehingga tertanam dalam jiwa dan diterima oleh akal mereka.secara terminology Abdul-Karim Zaidan,
Istilah ‘urf berarti :
“Sesuatu
yang tidak asing lagi bagi satu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan
menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perbuatan atau perkataan”
1.
MACAM-MACAM Al-Urf
Al-Urf
(adat) itu ada dua macam yaitu:
1.
adat yang benar adalah kebiasaan yang
dilakukan manusia, tidak bertentangan dengan dalil syara’, tidak meghalalkan
yang haram dan tidak membatalkan kewajiban.seperti adat meminta pekerjaan, adat
membagi mas kawin menjadi dua; didahulukan dan di akhirkan, adat seorang istri
tidak berbulan madu kecuali telah menerima sebagian mas kawin dari
suaminya.sedangkan
2.
adat yang rusak adalah kebiasaan yang
dilakukan oleh manusia tetapi bertentangan dengan dengan syara’, menghalalkan
yang haram, atau membatalkan kewajiban. seperti banyak kebiasaan mungkar pada
saat menghadapi kelahiran, ditempat kematian, serta kebiasaan memakan barang
riba’ dan akad perjudian.
2.
KEDUDUKAN al-Urf DALAM SUMBER HUKUM
Jumhur
fuqaha’ mengatakan bahwa al-Urf merupakan hujjah dan
dianggap sebagai salah satu sumber hokum syariat. mereka bersandar pada
dalil-dalil sebagai berikut:
a.
Firman Allah SWT:
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah
orang mengerjakan yang makruf serta berpalinglah daripada orang-orang yang
bodoh .”(QS.Al-A’Raf(7):199).
Kata
al-urfi dalam ayat tersebut, dimana umat manusia disuruh mengerjakanmya,
oleh para ulama’ Ushul Fiqh dipahami sebagai sesuatu yang baik dan telah
menjadi kebiasaan masyarakat.
b.
Didalam hadist Rosulullah SAW.
“Sesuatu yang dianggap oleh orang
muslim itu baik maka Allah menganggap perkara itu baik pula”
yang
dimaksud hadist tersebut adalah semua perbuatan yang terjadi di masyarakat
tertentu apabila yang menilai adalah seorang mukmin sejati dan dinilai
baik suatu perbuatan tersebut maka perbuatan tersebut dianggap baik pula oleh
Allah SWT.
c.
Syariat Islam sangat memperhatikan aspek kebiaaan orang arab dalam menetapkan hukum. semua ditetapkan demi mewujudkan
kemaslahatan bagi khalayak ramai, seperti akad salam dan mewajibkan denda
kepada pembunuh yang tidak disengaja. selain itu, islam juga telah membatalkan
beberapa tradisi buruk yang membahayakan, seperti mengubur anak perempuan dan
menjauhkan kaum wanita dari harta warisan. semua ini adalah bukti nyata bahwa
syariat islam mengakui keberadaan adat istiadat yang baik.
3.
SYARAT-SYARAT al-‘Urf
Sebagian besar ulama yang menggunakan Urf
sebagai hujjah, memberikan syarat-syarat tertentu dalam menggunakan al-Urf
sebagai sumber hukum,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a.
Tidak bertentangan dengan al-Quran atau As-SUnnah. jika bertentangan, seperti
kebiasaan orang minum khamer, riba,berjudi, dan jual beli gharar (ada
penipuan) dan yang lainnya maka tidak boleh diterapkan.
b.
Adat kebiasaan tersebut sudah menjadi tradisi dalam muamalat mereka, atau pada
sebagian besarnya. jika hanya dilakukan dalam tempo tertentu atau hanya
beberapa individu maka hal itu tidak dapat dijadikan sumber hukum
c.
Tidak ada kesepakatan sebelumnya tentang penentangan terhadap adat tersebut.
d.
Adat istiadat tersebut masih dilakukan oleh orang ketika kejadian itu
berlangsung.
B. SAAD AL-ZARA'I
al–zara’i merupakan kata jamak dari pada zari’ah. Sudut bahasa ia membawa maksud jalan atau perantaraan yang digunakan seseorang untuk menghubungkan dengan sesuatu sama ada ia berbentuk kerosakan satu kemaslahatan , perbuatan ataupun ucapan. Menurut ulama usul pula perkataan zarai’ ini lebih dikhususkan kepada perantaraan atau jalan yang membawa kepada kerosakan. Maka maksud dari saddu al-zarai’ dalam konsep dalil perundangan mencegah atau menyekat jalan yang membawa kepada kerosakan. Perbuatan-perbuatan yang membawa kepada berlakunya kerosakan sama halnya haram dari segi zatnya ataupun harus. Sepakat ulama mengatakan hukum perbuatan ini hendaklah ditegah kerana konsep saddu al-zarai yang mengharuskan berhati-hati semampu mungkin demi menghindarkan kerosakan.
Kebiasaannya perbuatan tersebut membawa kerosakan yaitu perbuatan yang mana kerosakannya tidaklah secara kerap, namun begitu ia tidak mencapai tahap majoriti. Contohnya, jual beli secara bercanggah yang terdedah kepada unsur riba. Oleh itu berlaku perselisihan pendapat dalam kalangan ulama sama adanya dianggap sebagai saddu al-zaraai atau tidak.
1. Bahagian-bahagian al-Zara’i dan hukum setiap pembahagian
Pembahagian yang
telah dibuat oleh Ibn Qayyim r.h terhadap al-Zaraai terbahagi kepada empat yaitu:
a. KehujahanSaddual-Zarai’:
Terdapat perbezaan pendapat’. Ulama
Malikiyyah dan Hambaliah menyatakan bahawa Saad alzaraai dapat diterima sebagai
salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara. Alasannya
ولا تسبو الذين يدعون من دون الله فيسبو الله عدوا بغير علم
maksudnya:Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, kerana mereka nanti akan memaki Allah dengan melampau batas tanpa dasar pengetahuan.
Surah Al an’am: 108.
ولا تسبو الذين يدعون من دون الله فيسبو الله عدوا بغير علم
maksudnya:Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, kerana mereka nanti akan memaki Allah dengan melampau batas tanpa dasar pengetahuan.
Surah Al an’am: 108.
b.
Fath al-Zaraai.
Menurut
Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah dan Imam al-Qarafi, yang dimaksud fath az-zaraai
adalah: suatu perbuatan yang dapat membawa kepada sesuatu yang dianjurkan,
bahkan diwajibkan syara. contohnya solat Jumaat itu wajib, maka berusaha untuk
sampai ke masjid dengan meninggalkan segala aktivititas lain juga diwajibkan.
c. Perbincangan dan tarjih pendapat ulama
Apabila
dilihat perbincangan dalam kalangan ulama’, maka pendapat yang dipilih adalah
pendapat yang menjadikan saddu al-arai sebagai satu sumber pengambilan hukum
yang digunakan ulama mahab Maliki dan Hambali serta mujtahid yang lain.
Perselisihan yang wujud antara mereka hanyalah sudut penetpan skop dan kriteria
sahaja, sedangkan sudut prinsipnya mereka menerima secara sepakat dan ia adalah sebaga sumber hokum yang berdiri sendiri Terhadap hukum muqaddimah seperti itu, para ulama
sepakat untuk menerimanya, tetapi tidak sepakat jika hal tersebut dikategorikan
dalam kaedah zaraai. muqaddimah dapat dijadika hujjah dalam menetapkan
FirmanAllahs.w.t:
”
dan janganlah kamu
cerca benda-benda yang mereka sembah yang lain dari Allah, kerana mereka kelak
akan mencerca Allah secara melampaui batas dengan ketiadaan pengetahuan.”
Demikianlah kami memperelokkan pada pandangan
tiap-tiap umat akan amal perbuatan mereka. Kemudian kepada tuhan merekalah
tempat kembali mereka, lalu dia menerangkan kepada mereka apa yang mereka telah lakukan.Nabi
s.a.w menegah menyorok barangan supaya tidak membawa penipuan dan monopoli
dalam pasaran harga kerana menimbun barang dan tidak menyorok barangan menjadi
perantaraan atau zara'i menyebabkan berlaku monopoli, naik harga barang secara
tidak terkawal dan tekanan kepada pengguna Pandangan Para Imam.
Pengertian Mazhab SahabiYang dimaksud dengan mazhab sahabi
ialah pendapat sahabat Rasulullah SAW.tentang suatu kasus di mana hukumnya
tidak dijelaskan secara tegas dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Sedangkan yang dimaksud dengan
sahabat Rasulullah, seperti dikemukakan oleh Muhammad Ajjaj al-Khatib, ahli
hadist berkebangsaan Syiria, dalam karyanya Ushul al- Hadits adalah setiap
orang muslim yang hidup bergaul bersama Rasulullah dalam waktu yang cukup lama
serta menimba ilmu dari Rasulullah. Misalnya Umar bin Khattab, Abdullah bin
Mas’ud, Zaid bin Sabit, Abdullah bin Umar bin Khattab, Aisyah, dan Ali bin Abi
Thalib. Mereka ini adalah di antara para sahabat yang banyak berfatwa tentang
hukum Islam.
1.Bentuk-BentukMazhabSahabi
Dalam pandangan Abu Zahrah, fatwa sahabat terdiri dari beberapa bentuk :
Dalam pandangan Abu Zahrah, fatwa sahabat terdiri dari beberapa bentuk :
a) Apa yang disampaikan sahabat itu
berupa berita yang didengarnya dari Nabi, tetapi ia tidak menyatakan bahwa berita
itu sebagai sunnah Nabi saw.
b) Apa yang diberitakan sahabat itu
sesuatu yang didengarnya dari orang yang pernah mendengarnya dari Nabi, tetapi
orang tersebut tidak menjelaskan bahwa yang didengarnya itu berasal dari Nabi.
c) Sesuatu yang disampaikan sahabat
itu merupakan hasil pemahamannya terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang orang lain
tidak memahaminya.
d) Sesuatu yang disampaikan sahabat
telah disepakati lingkungannya, namun yang menyampaikan hanya sahabat itu hanya
seorang diri.
Mazhab sahabi pada dasarnya adalah fatwa atau pendapat sahabat Nabi Saw. Dalam menentukan kehujjahan atau kekuatan mazhab sahabi sebagai dalil hukum terkait dengan bentuk dan asal fatwa sahabat tersebut., dan Ijma’ dalam menetapkan hukum atau tidak. Dalam hal ini, Abdul Karim Zaidan membagi pendapat sahabat ke dalam empat katagori,yaitu :
1)
Fatwa sahabat yang bukan merupakan hasil
ijtihad. Misalnya fatwa Ibnu Mas’ud, bahwa batas minimal waktu haid tiga hari,
dan batas minimal mas kawin sebanyak sepuluh dirham. Fatwa-
fatwa seperti ini bukan merupakan
hasil ijtihad para sahabat dan besar kemungkinan hal itu mereka terima dari
Rasulullah. Oleh karena itu, fatwa-fatwa semacam ini disepakati menjadi
landasan hokum bagi generasi sesudahnya.
2)
Fatwa
sahabat yang disepakati secara tegas di kalangan mereka dikena dengan ijma’
sahabat. Fatwa seperti
ini menjadi pengangan bagi generasi sesudahnya.
3)
Fatwa sahabat secara perorangan yang tidak
mengikat sahabat lain. Para mujtahid di kalangan sahabat memang sering menjadi
perbedaan pendapat dalam satu masalah, namun dalam hal ini fatwa seorang
sahabat tidak mengikat (diikuti) sahabt yang lain.
4)
Fatwa sahabat secara perorangan yang
didasarkan oleh ra’yu dan ijtihad.
Ulama berbeda pendapat tentang fatwa sahabat secara perorangan tersebut dapat merupakan hasil ijtihad, apakah mengikat ngenarasi sesudahnya atau tidak Mengikat.
PENUTUP
Kesimpulan dan
saran
1.
Kesimpulan
Karakteristik
hukum Islam adalah Kulli (universal) dan waqiyah (kontekstual)
karena dalam sejarah perkembangan (penetapan)nya sangat memperhatikan tradisi,
kondisi (sosiokultural), dan tempat masyarakat sebagai objek (khitab), dan
sekaligus subjek (pelaku, pelaksana) hukum. Perjalanan selanjutnya, para Imam
Mujtahid dalam menerapkan atau menetapkan suatu ketentuan hukum (fiqh)
juga tidak mengesampingkan perhatiannya terhadap tradisi, kondisi, dan kultural
setempat
Fiqh para sahabat khususnya seperti diwakili oleh
al-Khulafa, al-Rasyidun adalah fondasi utama dari seluruh bangunan fiqh Islam
sepanjang zaman. Fiqih shahabi memberikan dua macam pola pendekatan terhadap
syari'ah yang kemudian melahirkan tradisi fiqh yang berbeda. Ikhtilaf di antara
para sahabat, selain mewariskan kemusykilan bagi kita sekarang, juga seperti
kata 'Umar ibn Abdul Aziz menyumbangkan khazanah yang kaya untuk memperluas
pemikiran. Tentu saja, untuk itu diperlukan penelaahan kritis terhadapnya.
Sayang sekali, sikap kritis ini telah "dimatikan" dengan vonnis zindiq
oleh sebagian ahli hadits. Ada dua sikap ekstrim terhadap sahabat yang harus
dihindari: menghindari sikap kritis atau melakukan sikap hiperkritis. Ketika
banyak orang marah karena 'Umar dikritik,'Umar sendiri berkata, "Semoga
Allah meyampaikan kepadaku kesalahan-kesalahanku sebagai suatu bingkisan”.
2.
saran
Demikian
lan makalah yang dapat penulis sampaikan semoga bermampaat dan ppenulis juga
menyadari makalh ini jauh dari kesempurnaan maka penulis memohon krotik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan makalah.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Zainal Abidin Ahmad, Drs., Ushul
Fiqh, Bulan Bintang, Jakarta, 1975.
Wahbah al-zuhaili, Ilm Ushul a-Fiqh al-Islamy, Dar al-Fikr, Bairut, 1986.
Effendi, Satria. Prof. Dr.,M.Zein.MA.,2005 Ushul Fiqh, Jakarta:Kencana, Ed.I. Cet.I
Wahbah al-zuhaili, Ilm Ushul a-Fiqh al-Islamy, Dar al-Fikr, Bairut, 1986.
Effendi, Satria. Prof. Dr.,M.Zein.MA.,2005 Ushul Fiqh, Jakarta:Kencana, Ed.I. Cet.I
Khalil,
Rasyad Hasan.Dr.,2009, Tarikh Tasyri’,Jakarta:
Amzah, cet pertama.
Anhari,
Masykur, Dr.2008,Ushul Fiqh,Surabaya:
Penerbit Diantama, cet I.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar