DURHAKA KEPADA ORANG TUA
mam Bukhari meriwayatkan dalam
Kitabul Adab dari jalan Abi Bakrah Radhiyallahu ‘anhu, telah bersabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Arti : Sukakah saya beritahukan
kpdmu sebesar-besar dosa yg paling besar, tiga kali (beliau ulangi). Sahabat
berkata, ‘Baiklah, ya Rasulullah’, bersabda Nabi. “Menyekutukan Allah, dan
durhaka kpd kedua orang tua, serta camkanlah, dan saksi palsu dan perkataan
bohong”. Maka Nabi selalu megulangi, “Dan persaksian palsu”, sehingga kami berkata,
“semoga Nabi diam” [Hadits Riwayat Bukhari 3/151-152 -Fathul Baari 5/261 No.
2654, dan Muslim 87]
Dari hadits di atas dpt diketahui
bahwa dosa besar yg paling besar setelah syirik ialah uququl walidain (durhaka
kepda kedua orang tua). Dalam riwayat lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda bahwa diantara dosa-dosa besar yaitu menyekutukan Allah, durhaka kpd
kedua orang tua, membunuh diri, dan sumpah palsu [Riwayat Bukhari dalam Fathul
Baari 11/555]. Kemudian diantara dosa-dosa besar yg paling besar ialah seorang
melaknat kedua orang tua [Hadits Riwayat Imam Bukhari]
Dari Mughirah bin Syu’bah
Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Arti : Sesungguh Allah mengharamkan
atas kamu, durhaka pada ibu dan menolak kewajiban, dan minta yg bukan haknya,
dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah membenci padamu banyak bicara, dan
banyak berta demikian pula memboroskan harta (menghamburkan kekayaan)” [Hadits
Riwayat Bukhari (Fathul Baari 10/405 No. 5975) Muslim No. 1715 912)]
Hadits ini ialah salah satu hadits
yg melarang seorang anak beruntuk durhaka kpd kedua orang tuanya. Seorang anak
yg beruntuk durhaka berarti dia tdk masuk surga dgn sebab durhaka kpd kedua
orang tuanya, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Arti : Dari Abu Darda bahwasa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak masuk surga anak yg durhaka,
pe,imu, khamr (minuman keras) dan orang yg mendustakan qadar” [Hadits Riwayat
Ahmad 6/441 dan di Hasankan oleh Al-Albani dalam Silsilah Hadits Shahih 675]
Diantara bentuk durhaka (uquq) ialah
:
[1] Menimbulkan gangguan terhadap
orang tua baik berupa perkataan (ucapan) ataupun peruntukan yg memuntuk orang
tua sedih dan sakit hati.
[2] Berkata ‘ah’ dan tdk memenuhi
panggilan orang tua.
[3] Membentak atau menghardik orang
tua.
[4] Bakhil, tdk mengurusi orang tua
bahkan lebih mementingkan yg lain dari pada mengurusi orang tua padahal orang
tua sangat membutuhkan. Seandai memberi nafkah pun, dilakukan dgn penuh
perhitungan.
[5] Bermuka masam dan cemberut
dihadapan orang tua, merendahkan orang tua, mengatakan bodoh, ‘kolot’ dan
lain-lain.
[6] Menyuruh orang tua, misal
menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan. Pekerjaan tersebut sangat tdk pantas
bagi orang tua, terutama jika mereka sudah tua atau lemah. Tetapi jika ‘Si Ibu”
melakukan pekerjaan tersebut dgn kemauan sendiri maka tdk mengapa dan krn itu
anak hrs berterima kasih.
[7] Menyebut kejelekan orang tua di
hadapan orang banyak atau mencemarkan nama baik orang tua.
[8] Memasukkan kemungkaran kedalam
rumah misal alat musik, mengisap rokok, dll.
[9] Mendahulukan taat kpd istri dari
pada orang tua. Bahkan ada sebagian orang dgn tega mengusir ibu demi menuruti
kemauan istrinya. Na’udzubillah.
[10] Malu mengakui orang tuanya.
Sebagian orang merasa malu dgn keberadaan orang tua dan tempat tinggal ketika
status sosial meningkat. Tidak diragukan lagi, sikap semacam ini ialah sikap yg
amat tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yg keji dan nista.
Semua itu termasuk bentuk-bentuk
kedurhakaan kpd kedua orang tua. Oleh krn itu kita hrs berhati-hati dan
membedakan dalam berkata dan beruntuk kpd kedua orang tua dgn kpd orang lain.
Akibat dari durhaka kpd kedua orang
tua akan dirasakan di dunia. Dalam hadits yg diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dalam Adabul Mufrad, Abu Daud dan Tirmidzi dari sahabat Abi Bakrah dikatakan.
“Arti : Dari Abi Bakrah Radhiyallahu
‘anhu mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Tidak ada
dosa yg Allah cepatkan adzab kpd pelaku di dunia ini dan Allah juga akan
mengadzab di akhirat yg pertama ialah berlaku zhalim, kedua memutuskan
silaturahmi” [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad (Shahih Adabul Mufrad
No. 23), Abu Dawud (4902), Tirmidzi (2511), Ibnu Majah (4211). Ahmad 5/36 &
38, Hakim 2/356 & 4/162-163, Tirmidzi berkata, “Hadits Hasan Shahih”, kata
Al-Hakim, ‘Shahih Sanadnya”, Imam Dzahabi menyetujuinya]
Dalam hadits lain dikatakan.
“Arti : Dua peruntukan dosa yg Allah
cepatkan adzab (siksanya) di dunia yaitu beruntuk zhalim dan al’uquq (durhaka
kepdada orang tua)” [Hadits Riwayat Hakim 4/177 dari Anas bin Malik
Radhiyallahu ‘anhu] [1]
Keridlaan orang tua hrs kita
dahulukan dari pada keridlaan istri dan anak. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengatakan anak yg durhaka akan diadzab di dunia dan di akhirat serta
tdk akan masuk surga dan Allah tdk akan melihat pada hari kiamat.
Sedangkan dalam lafadz yg lain
diriwayatkan oleh Imam Baihaqi, Hakim, Ahmad dan juga yg lainnya, dikatakan :
“Arti : Dari Abdullah bin Umar
Radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Telah berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, ‘Ada tiga golongan yg tdk akan masuk surga dan Allah tdk akan melihat
mereka pada hari kiamat yakni anak yg durhaka kpd kedua orang tuanya, perempuan
yg menyerupai laki-laki dan kepala rumah tangga yg membiarkan ada kejelekan
(zina) dalam rumah tangganya” [Hadits Riwayat Hakim, Baihaqi, Ahmad 2/134]
Jadi, salah satu yg menyebabkan
seseorang tdk masuk surga ialah durhaka kpd kedua orang tuanya.
Dapat kita lihat bahwa orang yg
durhaka kpd orang tua hidup tdk berkah dan selalu mengalami berbagai macam
kesulitan. Kalaupun orang tersebut kaya maka kekayaan tdk akan menjadikan
bahagia.
Seandai ada seorang anak yg durhaka
kpd kedua orang tua kemudian kedua orang tua tersebut mendo’akan kejelekan,
maka do’a kedua orang tua tersebut bisa dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Sebab dalam hadits yg shahih Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda.
“Arti : Dari Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu, ‘Telah berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
‘Ada tiga do’a yg dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala -yg tdk diragukan
tentang do’a ini-, yg pertama yaitu do’a kedua orang tua terhadap anak yg kedua
do’a orang yg musafir -yg sedang dalam perjalanan-, yg ketiga do’a orang yg
dizhalimi” [Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabaul Mufrad, Abu
Dawud, dan Tirmidzi] [2]
Banyak sekali riwayat yg shahih yg
menjelaskan tentang akibat buruk dari durhaka kpd orang tua di dunia maupun di
akhirat. Ada juga kisah-kisah nyata tentang adzab (siksa) dari anak yg durhaka,
dari kisah tersebut ada yg shahih ada juga yg dla’if (lemah). Diantara kisah yg
dla’if yg sering dibawakan oleh para khatib (penceramah) yaitu kisah Al-Qamah
yg durhaka kpd ibu sampai mau dibakar oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
hingga ibu mema’afkannya. Akan tetapi kisah ini dla’if dilemahkan oleh para
ulama ahli hadits [3].
Akibat Durhaka kepada Orang Tua
for everyone
Setiap manusia mendambakan kebahagiaan dan kesuksesan,
terhindar dari kesengsaraan dan kegagalan di dunia dan akhirat. Di sinilah
pentingnya kita mengenal secara baik akibat-akibat durhaka kepada orang tua,
selain mempersiapkan bekal dan perangkat yang profesional untuk menggapai
cita-cita.
Tidak jarang kita saksikan anak yang durhaka pada orang
tuanya, ia harus menghadapi kendala-kendala yang berat, sulit meraih
kebahagiaan dan kesuksesan dalam hidupnya. Belum lagi ia harus dan pasti
menghadapi penderitaan yang berat saat sakratul maut, dan ini pernah terjadi di
zaman Rasulullah saw. Beliau sendiri tak sanggup membimbingnya untuk mempertahankan
keimanannya kecuali setelah ibunya memaafkan.
Tidak sedikit juga anak yang durhaka, ia sangat sulit
menemukan dan merasakan kebahagiaan dan kedamaian dalam hidupnya sekalipun ia
memiliki kemampuan profesional dan berkecukupan dalam materi. Bahkan tidak
jarang di antara mereka hampir-hampir putus asa dalam hidupnya akibat
kedurhakaannya terhadap kedua orang tuanya.
Fakta dan kenyataan yang kita jumpai dalam kehidupan
keseharian bahwa dalam kehidupan ini penuh dengan energi, yang positif dan
negatif, yang dapat menolong kita atau sebaliknya menghantam kekuatan kita.
Sehingga kita kehilangan kendali, gelap dan tak mampu melihat rambu-rambu
kebahagian dan kesuksesan yang sejati.
Kenyataan inilah yang
rambu-rambunya sering diungkapkan oleh Allah dan Rasul-Nya serta Ahlul
baitnya (sa). Kita mesti menyadari bahwa mata lahir kita, bahkan pikiran kita,
punya keterbatan untuk menyoroti rambu-rambu itu. Karena rambu-rambu itu jauh
berada di atas kemampuan sorot mata lahir dan analisa pikiran. Yang mengetahui
semua itu secara sempurna hanya Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang suci dari
Ahlul bait Nabi saw.
Tolok Ukur durhaka kepada orang tua
Allah swt berfirman: “Jika salah seorang di antara mereka
telah berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali jangan kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’, dan janganlah kamu membentak mereka,
ucapkan kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al-Isra’: 23).
Salah seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah saw:
Apakah ukuran durhaka kepada kedua orang tua?
Rasulullah saw menjawab: “Ketika mereka menyuruh ia tidak
mematuhi mereka, ketika mereka meminta ia tidak memberi mereka, jika memandang
mereka ia tidak hormat kepada mereka sebagaimana hak yang telah diwajibkan bagi
mereka.” (Mustadrak Al-Wasâil 15: 195)
Rasulullah saw pernah bersabda kepada Ali bin Abi Thalib
(sa): “Wahai Ali, barangsiapa yang membuat sedih kedua orang tuanya, maka ia
telah durhaka kepada mereka.” (Al-Wasail 21: 389; Al-Faqîh 4: 371)
Tingkatan Dosa durhaka pada orang tua
Rasulullah saw bersabda: “Dosa besar yang paling besar
adalah syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua...” (Al-Mustadrak
17: 416)
Rasulullah saw bersabda: “Ada tiga macam dosa yang akibatnya
disegerakan, tidak ditunda pada hari kiamat: durhaka kepada orang tua,
menzalimi manusia, dan ingkar terhadap kebajikan.” (Al-Mustadrak 12: 360)
Rasulullah saw bersabda: “...Di atas setiap durhaka ada
durhaka yang lain kecuali durhaka kepada orang tua. Jika seorang anak membunuh
di antara kedua orang tuanya, maka tidak ada lagi kedurhakaan yang lain di
atasnya.” (At-Tahdzib 6: 122)
Akibat-akibat durhaka kepada orang tua
Durhaka kepada orang tua memiliki dampak dan akibat yang
luar bisa dalam kehidupan di dunia, saat sakratul maut, di alam Barzakh, dan di
akhirat. Akibat itu antara lain:
Dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla
Dalam hadis Qudsi Allah swt berfirman: “Sesungguhnya yang
pertama kali dicatat oleh Allah di Lawhil mahfuzh adalah kalimat: ‘Aku adalah
Allah, tiada Tuhan kecuali Aku, barangsiapa yang diridhai oleh kedua orang
tuanya, maka Aku meridhainya; dan barangsiapa yang dimurkai oleh keduanya,
maka Aku murka kepadanya.” (Jâmi’us Sa’adât, penghimpun kebahagiaan, 2: 263).
Menghalangi doa dan Menggelapi kehidupan
Imam Ja’far
Ash-Shadiq (sa) berkata: “…Dosa yang mempercepat kematian adalah
memutuskan silaturrahmi, dosa yang menghalangi doa dan menggelapi kehidupan
adalah durhaka kepada kedua orang tua.”
(Al-Kafi 2: 447)
Celaka di dunia dan akhirat
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Durhaka kepada kedua
orang tua termasuk dosa besar karena Allah Azza wa Jalla menjadikan dalam
firman-Nya sebagai anak yang durhaka sebagai orang yang sombong dan celaka:
“Berbakti kepada ibuku serta Dia tidak menjadikanku orang yang sombong dan
celaka, (Surat Maryam: 32)” (Man lâ yahdhurul Faqîh 3: 563)
Dilaknat oleh Allah swt
Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abi Thalib (sa):
“Wahai Ali, Allah melaknat kedua orang tua yang melahirkan anak yang durhaka
kepada mereka. Wahai Ali, Allah menetapkan akibat pada kedua orang tuanya karena
kedurhakaan anaknya sebagaimana akibat yang pasti menimpa pada anaknya karena
kedurhakaannya…” (Al-Faqîh 4: 371)
Ya Allah, jangan jadikan daku orang yang menyebabkan kedua
orang tuaku dilaknat oleh-Mu karena kedurhakanku pada mereka. Ya Allah, jadikan
daku anak yang berbakti kepada kedua orang tuaku sehingga Engkau sayangi mereka
karena kebarbaktianku pada mereka.”
Duhai saudaraku, di sinilah letak hubungan erat yang tak
terpisahkan antara kita dan kedua orang tua kita. Betapa pentingnya menanamkan
pendidikan akhlak yang mulia pada anak-anak kita, sehingga kita meninggalkan
warisan yang paling berharga yaitu anak-anak yang saleh, yang dapat mengalirkan
kebahagiaan dan kedamaian pada kita bukan hanya di dunia tetapi juga di alam
Barzakh dan akhirat.
Dikeluarkan dari keagungan Allah swt
Imam Ali Ar-Ridha (sa) berkata: “Allah mengharamkan durhaka
kepada kedua orang tua karena durhaka pada mereka telah keluar dari pengagungan
terhadap Allah swt dan penghormatan terhadap kedua orang tua.” (Al-Faqih 3: 565)
Amal kebajikannya tidak diterima oleh Allah swt
Dalam hadis Qudsi Allah swt berfirman: “Demi Ketinggian-Ku,
keagungan-Ku dan kemuliaan kedudukan-Ku, sekiranya anak yang durhaka kepada
kedua orang tuanya mengamalkan amalan semua para Nabi, niscaya Aku tidak akan
menerimanya.” (Jâmi’us Sa’adât 2: 263).
Shalatnya tidak diterima oleh Allah swt
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Barangsiapa yang
memandang kedua orang tuanya dengan pandangan benci ketika keduanya berbuat
zalim kepadanya, maka shalatnya tidak diterima.” (Al-Kafi 2: 349).
Tidak melihat Rasulullah saw pada hari kiamat
Rasulullah saw bersabda: “Semua muslimin akan melihatku pada
hari kiamat kecuali orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, peminum
khamer, dan orang yang disebutkan namaku lalu ia tidak bershalawat kepadaku.”
(Jâmi’us Sa’adât 2: 263).
Na’udzubillâh, semoga kita tidak tergolong kepada mereka
yang tidak diizinkan untuk berjumpa dengan Rasulullah saw dan Ahlul baitnya
(sa), karena hal ini harapan dan idaman bagi setiap muslimin dan mukminin.
Sudah tidak berjumpa di dunia, tidak berjumpa pula di akhirat. Na’udzubillâh,
semoga kita semua dijauhkan dari akibat ini.
Diancam dimasukkan ke dalam dua pintu neraka
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang membuat kedua
orang tuanya murka, maka baginya akan dibukakan dua pintu neraka.” (Jâmi’us
Sa’adât 2: 262).
Tidak akan mencium aroma surga
Rasulullah saw bersabda: “Takutlah kamu berbuat durhaka
kepada kedua orang tuamu, karena bau harum surga yang tercium dalam jarak
perjalanan seribu tahun, tidak akan tercium oleh orang yang durhaka kepada
kedua orang tuanya, memutuskan silaturahmi, dan orang lanjut usia yang
berzina…” (Al-Wasâil 21: 501)
Penderitaan saat Saktatul maut
Penderitaan anak yang durhaka kepada orang tuanya saat
sakratul mautnya pernah menimpa pada salah seorang sahabat Nabi saw. Berikut
ini kisahnya:
Kisah nyata di zaman Nabi saw
Pada suatu hari Rasulullah saw mendatangi seorang pemuda
saat menjelang kematiannya. Beliau membimbingnya agar membaca kalimat tauhid,
Lâilâha illallâh, tapi pemuda itu lisannya terkunci.
Rasulullah saw bertanya kepada seorang ibu yang berada di
dekat kepala sang pemuda sedang menghadapi sakratul maut: Apakah pemuda ini
masih punya ibu?
Sang ibu menjawab: Ya, saya ibunya, ya Rasulullah.
Rasulullah saw bertanya lagi: Apakah Anda murka padanya?
Sang ibu menjawab: Ya, saya tidak berbicara dengannya selama
6 tahun.
Rasulullah saw bersabda: Ridhai dia!
Sang ibu berkata: Saya ridha padanya karena ridhamu padanya.
Kemudian Rasulullah saw membimbing kembali kalimat tauhid,
yaitu Lâilâha illallâh.
Kini sang pemuda dapat mengucapkan kalimat Lâilâha illallâh.
Rasulullah saw bertanya pemuda itu: Apa yang kamu lihat
tadi?
Sang pemuda menjawab: Aku melihat seorang laki-laki yang
berwajah hitam, pandangannya menakutkan, pakaiannya kotor, baunya busuk, ia
mendekatiku sehingga membuatku marah padanya.
Lalu Nabi saw membimbinnya untuk mengucapkan doa:
يَا مَنْ يَقْبَلُ الْيَسِيْرَ
وَيَعْفُو عَنِ الْكَثِيْرِ، اِقْبَلْ
مِنِّى الْيَسِيْرَ وَاعْفُ عَنِّي الْكَثِيْرَ،
اِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
“Wahai Yang Menerima amal yang sedikit dan Mengampuni dosa
yang banyak, terimalah amalku yang sedikit, dan ampuni dosaku yang banyak,
sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” 1)
Sang pemuda kini dapat mengucapkannya.
Nabi saw bertanya lagi: Sekarang lihatlah, apa yang kamu
lihat?
Sang pemuda menjawab: sekarang aku melihat seorang laki-laki
yang berwajah putih, indah wajahnya, harum dan bagus pakaiannya, ia
mendekatiku, dan aku melihat orang yang berwajah hitam itu telah berpaling
dariku.
Nabi saw bersabda: Perhatikan lagi. Sang pemuda pun
memperhatikannya. Kemudian beliau bertanya: sekarang apa yang kamu lihat?
Sang pemuda menjawab: Aku tidak melihat lagi orang yang
berwajah hitam itu, aku melihat orang yang berwajah putih, dan cahayanya
meliputi keadaanku. (Bihârul Anwâr 75: 456)